RIWAYAT SHIRDI SAI BABA
Kisah
ini dimulai pada awal abad IX . Pada waktu itu hidup seorang tukang perahu
miskin bernama Ganga Bhavadia. Pekerjaannya menolong orang yang menyeberangi
sungai di daerah Pathri dekat Manmad. Istrinya bernama Dwagiriama. Perempuan
ini setelah menyelesaikan pekerjaan rumah tangganya, mengabdikan waktunya untuk
memuja Tuhan dalam rupa dewi Parvathi. Sedangkan suaminya memuja Dewa Shiva.
Mereka berdua adalah orang yang sangat taat serta berbakti kepada Tuhan Yang
Maha Esa. Suami istri i9ni tidak mempunyai anak.
Pada
suatu sore ketika Ganga Bhavadia pulang dari pekerjaannya, ia melihat tanda
tanda akan terjadi badai, dan benarlah malam itu terjadi badai besar. Segera ia
pergi ke sungai untuk memperkokoh ikatan perahunya serta menjaganya. Istrinya
tinggal di rumah sendirian.
Sementara
suaminya tidak berada di rumah, datanglah seorang tua ke rumahnya untuk
berlindung dari amukan badai. Orang tua itu memohon kepada Dewagiriama agar
diberi makan dan tempat bermalam. Dewagiriama memberinya makan dan
mengijinkannya beristirahat di beranda. Beberapa waktu kemudian orang tua itu
mengetuk pintu dan mengeluh bahwa ia tidak bisa tidur dan minta kakinya
dipijat.
Sudah
barang tentu nyonya rumah terperanjat dengan permintaan tamu asing ini, lebih
lebih ia berada seorang diri di rumah. Untuk tidak mengecewakan orang tua itu
diam diam ia pergi lewat pintu belakang untuk menemui tetangganya yang
berprofesi sebagai tukang pijat. Namun malam itu pertolongan sulit diperoleh.
Dengan sangat kecewa ia kembali ke rumah dan berdoa pada dewi Parvathi. Seraya
menangis ia memohon pertolonganNya serta mengatasi situasi yang sulit ini.
Setelah itu ia mendengar ketukan di pintu belakang, sambil menyeka air matanya
ia membuka pintu dan di sana
telah berdiri seorang wanita. Wanita ini mengaku bahwa ia suruhan tetangga yang
dimintainya bantuan. Dwagiriama amat berlega hati dan dibawanya wanita ini
kepada orang tua di beranda dan pintu ditutup dari dalam. Ketika ia hendak
tidur terdengar lagi ketukan dari pintu depan.
Begitu
membukakan pintu terpesonalah ia dengan penampakan gaib yang disaksikannya.
Dalam keadaan terkesima dan tak dapat berkata apa apa ia bersujud menghormati
pasangan mulia yang ada di hadapannya.
Rupanya
Tuhan Yang Maha Esa telah menampakkan Diri dalam wujud Shiva dan Parvathi.
Parvathi berkata “Marilah kita bersama memberkati dia” Shiva menjawab bahwa Ia
akan memberi anugerah tersendiri. Parvathi memberkatinya dengan dua anak,
sementara Shiva mengatakan bahwa Ia sendiri akan menjelma sebagai anak ketiga
berupa seorang anak laki.
Sambil
berlinagng air mata ia berusaha melihat kembali kedua pasangan mulia itu, namun
keduanya telah lenyap. Dengan perasaan gembira ia menanti kedatangan suaminya
untuk menceritakan pengalamannya.
Ganga
Bhavadia baru kembali pada keesokan harinya setelah badai reda dan fajar
menyingsing. Cerita istrinya dianggapnya obrolan biasa dari seorang wanita yang
ditinggal sendiri di rumah dan sampai saat ini belum memiliki anak.
Waktu
berlalu begitu cepat dan benarlah Dewagiriama telah melahirkan dua anak, dan
kini segera akan menyusul anak ketiga. Ganga Bhavadia mulai menyadari bahwa
istrinya benar dan ia mulai merasa bersalah. Kini ia mulai bosan dengan
pekerjaan sebagai tukang perahu dan berkeinginan meninggalkan kehidupan duniawi
dan pergi bertapa. Hal ini justru terjadi pada bulan akhir kehamilan istrinya.
Ia bertekad untuk meninggalkan rumah tangganya dan menjadi pertapa.
Tidak
demikian halnya dengan Dewagiriama , ia merasa bahwa semua yang dikatakan dewa
Shiva itu benar bahwa anak ketiganya adalah penjelmaan Dewa Shiva sehingga ia
tidak perlu meninggalkan rumah tangganya dan mencari Tuhan kemana mana. Ganga
Bhavadia mengatakan bahwa ia tidak puas dengan penampakan Tuhan melalui wujud
jasmani anak ketiganya, dan berkeinginan melihat sendiri kecemerlanganNya tanpa
perantara tubuh manusia. Sesuai aturan Dharma maka bagi istrinya tidak ada
pilihan lain selain mengikuti sang suami dan kedua anaknya dititipkan pada
ibunya.
Dalam
perjalanan sang istri merasakan tanda tanda akan melahirkan dan dimintanya sang
suami untuk menunggu sebentar, tapi Ganga Bhavadia terus berjalan tanpa
berhenti . Tetapi sang istri berhenti di bawah pohon beringin untuk siap siap
melahirkan. Tak lama kemudian lahirlah seorang putra, maka terpenuhilah penampakan
gaib yang diterimanya dulu.
Lalu
dibalutnya bayinya dengan dedaunan dan dibuatkan pula tempat tidur dari
dedaunan lalu diikutinya lagi suaminya dalam keadaan tergesa gesa. Apa yang
selanjutnya terjadi ?
Pada
hari itu seorang Muslim bernama Patil sedang melakukan perjalanan bersama
istrinya pulan dari desa lain. Ketika mereka lewat di bawah pohon beringin,
mereka mendengar tangis bayi. Tanpa ragu istrinya mencari arah suara tangis
bayi itu dan didapatilah bayi yang baru saja dilahirkan. Dengan tercengang
diberitahukanlah hal itu kepada suaminya , dan mereka menengok ke kanan
dan ke kiri untuk mencari ibu si bayi
namun sia sia karena sang obu telah lama berlalu.
Akhirnya
mereka bertekad membawa pulang bayi itu karena mereka juga tak mempunyai anak.
Mereka menganggap bayi ini sebagai anugerah Allah dan mereka beri nama bayi itu
Babu.
Setelah
Babu besar Pak Patil meninggal dunia dan Babu diasuh oleh ibu angkatNya.
Menurut pengamatan ibu angkatNya Babu tidak sama dengan anak anak lainnya. Anak
ini menunjukkan tanda tanda yang luar biasa dan hal ini membuat ibu angkatNya
gelisah. Misalnya ketika anak itu menaruh Linggam di Mesjid untuk dipuja dan
sebaliknya melantunkan ayat ayat Al Qur’an di dalam Pura yang dikunjunginya.
Demikianlah Babu seakan igin menunjukkan kepada warga desa itu akan makna
kesatuan dua agama besar itu.
Sebaliknya
hal ini menimbulkan keresahan pada masyarakat dan berbagai protes ditujukan
pada ibu Patil. Karena sang ibu tidak mengetahui keluarga Babu yang sebenarnya
maka ia tidak tahu apa yang harus diperbuat terhadap anak itu,
Pada
suatu hari babu atau calon Sai Baba Shirdi memperlihatkan suatu tanda pada
istri seorang tuan tanah yang kaya. Pada saat itu Babu sedang bermain kelereng
dengan anak tuan tanah itu tetapi semua kelereng dimenangkan oleh Babu. Anak
tuan tanah itu teringat bahwa di kamar sembahyangnya terdaoat sebuah saligram
(fungsinya sama dengan lingam tetapi bentuknya bulat) yang menyerupai kelereng
dan berwarna hitam. Diambilnya saligram tersebut dan dipertaruhkannya demi
memenangkan kembali kelerengnya yang telah habis. Tetapi saligram itupun
dimenangkan Babu. Akhirnya anak tuan tanah itu merasa bahwa kemenangan Babu
karena tipu daya dan dimintanya kembali saligram tadi tapi bukannya
mengembalikan tapi Babu malah memasukkannya kedalam mulutNya. Hal ini
dilaporkan pada ibunya, dan ibunya meminta kembali benda suci tersebut, tapi
babu menolak membuka mulutNya. Mulut Babu akhirnya dibuka paksa, tetapi bukan
saligram yang didapat dalam mulutNya melainkan sebuah penampakan kosmik dari
tuhan Yang Maha esa Seru Sekalian Alam sebagaimana pernah dilihat Yashoda dalam
mulut Krishna. Setelah kejadian ini istri tusn
tanah ini bersujud di hadapan Babu. Babu berkata agar istri tuan tanah ini
kembali dan mencari saligram itu di dalam kamar sembahyangnya. Ternyata benda
itu telah kembali ke tempatnya dengan mengherankan.
Sejak
saat itu istri tuan tanah tadi selalu rutin mengun jungi Babu di rumahnya dan
bersujud di hadapanNya. Namun tidak demikian halnya dengan orang desa lainnya ,
mereka mencemooh kelakuan istri tuan tanah ini sehingga ia menghentiukan
kelakuannya. Tetapi dalam hati ia tetap memuja Babu.
Ibu
Patil bingung dengan kelakuan anaknya dan kemudian memtuskan untuk membawa Babu
ke Ashram Sadu Venkusa. Sementara itu Sadu Venkusa pada malam sebelumnya
bermimpi bahwa Dewa Shiva berkata kepadanya akan menenmuinya besok pagi pulul
10.00.
Demikianlah
benar adanya keesokan harinya Babu dating diantar Bu Patil jam 10.00 pagi dan
disambut dengan hangat oleh Sadu Venkusa, karena ia telah tahu bahwa anak itu
penjelmaan dewa Shiva.
Sadu
Venkusa sangat menyayangi Babu dan hal ini menimbulkan kecemburuan anak anak
lain dan memperlakukan Babu dengan tidak baik. Serombongan anak yang tak suka
padaNya mengikuti dari belakang dan menghantamNya dengan batu bata sehingga
kening Babu berdarah. Tetapi sebagai penjelmaan Ilahi Babu sedikitpun tak
memperlihatkan tanda tanda kesakitan dan malah memperlihatkan batu bata yang
penuh darah itu pada Sadu Venkusa. Batu itu dianggap pemberian dan selalu
dibawaNya kemana mana dan batu ini pulalah yang akan menemaninya kelak di
Mesjid Shirdi. Beliau menggunakannya sebagai bantal atau sandaran waktu tidur.
Keberadaan
Sai Baba semasa hidupNya di Shirdi dengan segala ajaranNya telah dicatat oleh
pelbagai ahli baik dari India
sendiri maupun dari Barat. Pernah suatu saat Beliau berkata pada seorang
pengikutNya Kaka Saheb Dixit bahwa Ia akan kembali setelah delapan tahun
setelah kematianNya.
Pada
tahun 1917 setahun sebelum Beliau wafat , Ia telah memberi jawaban yang mengandung
ramalan pada seorang perempuan pengikutnNya. Perempuan ini telah kekehilangan
empat anaknya. Ia memohon izin Shirdi Baba agar bisa mengabdi padaNya. Ia
memperoleh jawaban sebagi berikut :
“ Tidak sekarang, tapi nanti
setelah Aku datang kembali di Andhra (Andhra Pradesh) maka engkau akan bertemu
denganKu dan tinggal bersamaKu.” Ramalan ini terbukti benar bahwa ibu ini
kemudian tinggal di Prashanti Nilayam, Ashram Sathya Sai Baba yang sekarang.
Suatu
hari di bulan Oktober 1918 ketika Shirdi Sai Baba tidak sedang berada di
Mesjid, seorang anak muda menyapu lantai
Mesjid dan ketika hendak membersihkan tempat di mana batu bata Shirdi Sai Baba
terletak, secara tidak sengaja batu bata itu terlepas dari genggamannya dan
pecah menjadi dua.
Ketika
Beliau datang dan melihat kejadian ini, Beliau berkata ; “Bukan batu bata yang
pecah tapi nasibku yang hancur. Teman sepanjang hidupku (badan) telah hancur.
Teman sepanjang hidupKu meninggalkan Daku hari ini, dengan batu bata itulah Aku
bermeditasi.”
Demikianlah
siang itu pukul 14.30 tanggal 15 Oktober 1918 tepat pada hari raya Vijaya Dasami
( Kemenangan Dharma melawan Adharma) Shirdi Sai Baba meninggalkan ragaNya.

SHIRDI SAI BABA
SEMASA HIDUPNYA
Hahahahahahahahahahaha rubbish
BalasHapus